January 22, 2010

simbol identitas komunitas punk

SYMBOL IDENTITAS KOMUNITAS PUNK

YANG TERPINGGIRKAN


Sekumpulan orang dengan dandanan rambut gaya mohawk dicat warna-warna terang, pakaian serba gelap, aksesoris rantai besar di saku, pierching di telinga dan hidung, seolah-olah membawa ingatan kepada segerombolan anak muda yang menampilkan dirinya sebagai komunitas punk. Ciri khas dari komunitas punk itu akan secara mudah ditemui ketika malam minggu di depan Balai Kota, Grahadi jalan Pemuda, secara bergerombol dan dalam jumlah yang banyak.

Penganut dari komunitas punk tersebut juga terus bertambah dari waktu ke waktu, yang menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang tertarik untuk masuk dalam komunitas tersebut. Tetapi dalam kenyataannya, semakin banyak orang yang masuk dalam komunitas punk, ternyata bukan malah menunjukkan adanya kelebihan dalam komunitas itu, tetapi justru memperlihatkan adanya penolakan-penolakan dari masyarakat terhadap komunitas punk. Pandangan sinis, cibiran, umpatan, pengucilan, hingga pengusiran pada beberapa acara tertentu (seperti contohnya pada acara-acara musik), sudah menjadi “makanan pokok” yang sering diterima oleh komunitas punk.

Hal itu terasa wajar ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa terdapat kenyataan bahwa komunitas punk termasuk sebagai kelompok minoritas dalam kehidupan masyarakat. Dalam mayoritas masyarakat yang lebih suka berpakaian rapi, cerah, dan sesuai dengan mode dunia, komunitas punk dengan dandanannya yang identik dengan warna hitam dan rantai-rantai mengkilap di samping saku celana tentu menjadi kelompok yang dianggap minoritas. Diantara mayoritas masyarakat dunia yang semakin berlomba-lomba untuk mempercantik diri, komunitas punk dengan konsepnya yang bebas dan anti kemapanan sungguh terasa sangat mencolok. Perbedaan dalam cara penunjukan identitas individu tersebut kemudian ternyata oleh masyarakat dipandang sebagai sebuah kesalahan.

Sebenarnya hal yang paling ditakutkan dalam kesalahpahaman penerimaan masyarakat terhadap komunitas punk ini adalah adanya kemungkinan bahwa itu adalah identitas sebenarnya dari masyarakat Indonesia yang tidak mengakui adanya perbedaan. Atau dengan kata lain mengatakan bahwa semua hal yang berbeda adalah suatu hal yang salah. Padahal sebenarnya tidak ada yang salah dengan perbedaan itu. Setiap perbedaan yang muncul adalah hal yang wajar, termasuk dalam masalah identitas yang diangkat oleh komunitas punk.


FALSAFAH IDENTITAS KOMUNITAS PUNK

Punk sendiri pada awalnya adalah sebuah aliran musik sekaligus gaya hidup yang mengusung identitas kebebasan dan anti kemapanan. Identitas kebebasan dan anti kemapanan itu sendiri muncul bukan tanpa alasan yang sepele. Menurut sejarah yang diyakini oleh komunitas tersebut, punk bermula dari sebuah rasa tidak kepuasan terhadap sistem pemerintahan di Inggris pada tahun 1970-an. Rasa tidak puas, marah terhadap sitem pemerintahan yang bersifat monarkis pada waktu itu, akhirnya membuahkan pemberontakan dari kalangan muda Inggris. Kalangan muda Inggris tersebut akhirnya mulai memberontak pada nilai-nilai kemapanan yang dirasakan mengekang dalam hal mengekspresikan kreativitas. Lalu dengan lirik lagu, gaya hidup, dan musik mereka melawan penindasan dan ketidak adilan penguasa diktator, serta kemunafikan para pemuka agama.

Aliran ini secar cepat menyebar kemudian aliran punk ini cepat menyebar karena ternyata rata-rata anak muda di seluruh dunia merasakan penderitaan yg sama. Gaya penampilan punk lebih cenderung kepada penampilan yang compang-camping bahkan lebih mirip gelandangan, karena bagi mereka ini merupakan cara untuk menunjukan solidaritas mereka terhadap kaum yg masih tertindas di atas bumi ini, Semua identitas yang mereka kenakan adalah simbol keberpihakan pada kaum yg tertindas, rambut mereka yg bergaya mowhawk adalah cermin dari keberpihakan mereka terhadap suku mowhawk asli indian yg dibantai orang kulit putih di Amerika, spike kulit yg mereka kenakan di tangan adalah simbol pengikat tangan terpidana pada kursi listrik yg digunakan untuk mengeksekusi para aktivis yg di culik para diktator di negara-negara barat pada masa itu, sepatu boot militer yg mereka pakai adalah simbol dari arogan militer yg harus dilawan dgn kekuatan yg sama, celana jeans ketat adalah simbol dari nasib kaum minoritas yg selalu terjepit, rantai dan gembok adalah simbol kekuatan persatuan kaum punk, dan masih banyak lagi. Kaum punk akan berhenti mengenakan penampilan "compang camping" dan gaya hidup menggelandang ini setelah tidak ada lagi penindasan diatas bumi ini.

Semua berawal saat sekelompok orang prihatin terhadap nasib sesamanya dan menjadi marah dan berontak karena jiwa muda mereka. Sebagian besar kaum punk bergerak menjadi aktivis dan relawan dalam organisasi-organisasi yang mempunyai misi menggulingkan kediktatoran penguasa.


KESALAHPAHAMAN DALAM PENERIMAAN IDENTITAS KOMUNITAS PUNK

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali seorang individu menggunakan prasangka-prasangka ketika berhubungan dengan orang lain. Prasangka-prasangka tersebut lahir karena adanya proses interpretasi dalam proses komunikasi yang sedang dilakukan. Seperti yang telah diungkapkan oleh Deddy Mulyana, dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi, yang menyatakan bahwa persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Secara sederhana dikatakan bahwa dalam proses komunikasi selalu berhubungan dengan pencipataan realitas dalam pikiran (interpretasi) yang diperoleh dengan cara menafsirkan setiap perilaku yang diberikan oleh komunikator.

Persepsi dalam hal ini dikatakan sebagai inti komunikasi, karena jika terjadi kesalahan dalam persepsi, maka komunikasi tidak akan efektif dan akurat. Kesulitan dalam berkomunikasi tidak hanya berhenti pada persepsi saja, namun bertambah membingungkan ketika dihadapkan bahwa juga terdapat proses interpretasi. Proses interpretasi disini sangat rawan untuk terjadi kesalahan, karena tidak semua yang terlihat oleh indra adalah kebenaran, tetapi pada kenyataannya, indralah yang pertama kali kita gunakan untuk melakukan proses interpretasi terhadap suatu hal. Contoh nyatanya ketika dihadapkan pada suatu pertemuan dengan orang yang baru, individu seringkali melihat fisik lawannya untuk menilai apakah orang tersebut cocok dengan individu itu atau tidak. Alat indra menjadi penting untuk menginterpretasi pada pertemuan awal. Sehingga tidak salah apabila dikatakan bahwa interpretasi pada pertemuan awal terjadi pada empat menit pertama.

Kerawanan dalam proses interpretasi tersebut ternyata tidak hanya sebuah kekhawatiran saja. Kesalahan interpretasi adalah contoh nyata yang terlihat dalam masalah yang dihadapi oleh komunitas punk. Kesalahan interpretasi tersebut telah menimbulkan jurang pemisah bagi komunitas punk. Komunitas punk seringkali dianggap sebagai kelompok yang seharusnya tidak ada dalam susunan masyarakat.

Hal tersebut terjadi ketika alat indralah yang pertama kali digunakan dalam proses pembentukan persepsi. Dandanan komunitas punk yang seringkali terlihat “sangar” dengan warna hitam, tindikan diseluruh bagian wajah, serta rantai besar yang menggantung di saku, selalu dipandang sebagai hal yang menakutkan bagi masyarakat dan juga terdapat keinginan-keinginan untuk menghindari persentuhan dengan komunitas punk. Yang terjadi saat ini adalah, segala hal yang berhubungan dengan punk sedapat mungkin akan dihindari oleh masyarakat. hal tersebut semakin berkembang dengan munculnya stereotype buruk lainnya, seperti kesukaan untuk menggunakan narkoba, ataupun suka meminum minuman keras, dll.

Stereotype negative terhadap pengungkapan identitas komunitas punk ini terlihat sangat miris, ketika melihat bahwa Indonesia terkenal sebagai negara yang multiculturalis, negara yang menganut kepercayaan bahwa kelompok-kelompok etnik atau budaya dapat hidup berdampingan secra damai dalam prinsip coexistence yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain. Dengan adanya konsep mengenai negara multicultural tersebut seharusnya membawa pemahaman mengenai adanya keinginan untuk “accommodating diversity”. Dimana yang akan terjadi dalam masyarakat tidak hanya berhenti pada masalah toleransi bagi kelompok budaya minoritas tetapi juga kearah acceptance (penerimaan yang diikuti dengan keinginan untuk saling membantu dan memberikan fasilitas untuk bersama-sama berkembang). Bukannya malah menggiring kepada kesatuan pendapat mengenai identitas yang seharusnya ada dalam masyarakat. sehingga terdapat upaya untuk menghilangkan budaya lain yang dianggap tidak sesuai dengan mainstream dalam masyarakat.

Kesalahan persepsi bagi komunitas punk tersebut ternyata telah memasuki pemikiran masyarakat lebih dalam dari yang telah diperkirakan. Bahkan dalam kenyataannya didapati kasus bahwa kesalahan persepsi telah menutupi aspek positif yang dimiliki oleh identitas yang diusung oleh komunitas punk ini.

Dalam artikel yang dimuat dalam www.islamuda.com, yang berjudul “PUNK is Dead !!”, telah ditemukan adanya upaya-upaya untuk membelokkan kebenaran yang terdapat dalam identitas yang ingin diangkat oleh komunitas punk. Sebagian isi dari artikel itu adalah :

Sobat, ga banyak yang tahu pasti soal lahirnya kaum punk dan komunitasnya. Namun sebagian besar sumber menyatakan kalo kisah lahirnya kaum punk diawali pada tahun 1971 ketika Lester Bangs, wartawan majalah semi-underground Amerika, Creem, menggunakan istilah punk untuk mendeskripsikan sebuah aliran musik rock yang semrawut, asal bunyi, namun bersemangat tinggi. Musik tersebut dibuat dan digemari oleh para narapidana Amerika yang terkenal brutal, sadis dan psikopat. Kata punk itu sendiri lazim digunakan oleh kaum narapidana Amerika untuk nyebut partner atau pasangan pasif dalam hubungan homoseksual. Idiihh…. Sejak saat itu, para napi disana seringkali menggunakan istilah punk dan punkers. So, buat kamu yang ngakunya punkers, segera sadar deh. Ga mau kan, kalo punya sebutan si Jablay yang doyannya "mangga" makan "mangga". Ih amit-amit lho. And by the way, penggunaan kata punk sendiri hingga saat ini dipakai sebagai kata sifat untuk sesuatu hal yang dianggap buruk dan tak berguna alias sampah. Tuh kan.

Sobat, karena asal mulanya dari para narapidana, ga salah kalo sekarang kita lihat penampilan anak-anak yang ngakunya punk ikut awut-awutan. Kaum punk memang bukanlah tipikal anak muda masa kini yang doyan clubbing dan dugem. Jauh banget dengan karakter metroseksual. Meski demikian keduanya punya satu kesamaan, yaitu pola pikir dan sikap yang serba bebas. Sa-karepe dhewe. Bikin pusing tujuh puluh tiga keliling.

Nah, beda banget dari makna awal punk yang sejatinya adalah kaum homoseksual di penjara. Pengertian punk yang sejati sebenarnya udah mati sebatas di penjara doang. Ga laku kalo dibawa keluar penjara. Apalagi, masyarakat cenderung ga suka dan nolak keberadaan punk dan punkers. Ga bakal ada orang yang doyan hombreng. Kecuali dia hombreng juga. Hehehe. Problemnya, ga hanya masalah penampilan yang sering bikin orang lain gerah. Tapi komunitas punk juga menggunakan kekerasan sebagai penyelesaian masalah. Malah, sampai saat ini punk tetep identik dengan brutalitas dan vandalisme. Sadar dong choi…”

(www.islamuda.com , 2 September 2007)

Dalam site tersebut juga terdapat balasan-balasan yang ditulis oleh individu yang termasuk dalam komunitas punk. Kebanyakan orang yang membaca artikel tersebut memberikan komentar yang negative, dan menyatakan bahwa artikel tersebut hanya sebuah hasutan belaka yang tidak berlandaskan pada kenyataan. Mulai dari kalimat yang menyatakan bahwa punk berasal dari julukan bagi kaum homoseksual dalam penjara hingga anggapan bahwa komunitas punk selalu berbuat anarkis, dianggap sebagai hal yang mengada-ada saja, tanpa ada penyelidikan yang akurat.

Artikel tersebut secara jelas menunjukkan adanya keinginan untuk membelokkan kenyataan yang ada mengenai komunitas punk. Bahkan secara kasar terlihat adanya stereotype negative yang muncul terhadap komunitas punk, yaitu komunitas punk selalu diidentikkan dengan komunitas yang selalu menggunakan kekerasan sebagai penyelesaian masalah, ataupun brutalisme dan vandalisme. Begitu dalamnya kebencian yang muncul terhadap adanya perbedaan yang diusung oleh komunitas punk, sehingga muncul upaya untuk mengaburkan kebenaran dalam identitas yang diangkat oleh komunitas punk.


KOMUNITAS PUNK DAN PENGHARAPAN UNTUK PENERIMAAN

Segala macam penerimaan buruk yang telah didapatkan oleh komunitas punk ternyata tidak menghalangi kemauan untuk tetap eksis dalam tekanan yang telah diberikan oleh kelompok mayoritas. Identitas mengenai kelompok anti kemapanan sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat yang masih tertindas oleh penguasa akan tetap dipelihara oleh komunitas punk.

Tetapi yang secara jelas harus dilakukan perubahan adalah mengenai perilaku masyarakat terhadap komunitas punk itu sendiri. Komunitas punk sudah berusaha untuk selalu menunjukkan perilaku positif dalam masyarakat, namun mayoritas masyarakat masih memberikan label negative terhadap keberadaan komunitas punk.

Yang harus dirubah dalam pemahaman masyarakat adalah mengenai pemahaman bahwa berbeda tidak selalu berarti salah. Perbedaan adalah hal yang bisa mempercantik suatu bentuk kehidupan masyarakat. Jangan sampai pandangan negative terhadap perbedaan tersebut malah mengaburkan setiap kebenaran yang terdapat didalam perbedaan tersebut. Atau dengan kata lain jangan sampai perbedaan pemahaman mengenai identitas bisa membutakan mata untuk melihat hal positif yang ingin ditularkan oleh komunitas punk.

Seperti ketegaran komunitas punk untuk tanpa henti meneriakkan slogannya, PUNK IS NOT DIE!!, maka pengajaran terhadap pemahaman bahwa perbedaan itu indah, harus tetap ditegakkan oleh masyarakat Indonesia. Indonesia adalah Negara yang multikulturalis. Tak perlu lagi adanya penekanan-penekanan terhadap kelompok minoritas.



DAFTAR PUSTAKA

http://darwinsyah.multiply.com/reviews/item/37

http://deathlock.wordpress.com/2006/09/23/tekanan-kelompok-mayoritas/

http://deathlock.wordpress.com/2007/11/21/mengapa-indonesia-tak-bisa-maju/

http://deathlock.wordpress.com/2007/11/26/kekuatan-opresif-kelompok-mayoritas/

http://rumahtulisan.blogspot.com/2004/05/musik-rambut-dan-pemberontakan.html

http://www.islamuda.com/?imud=rubrik&menu=komentar&kategori=1&id=462

http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Diskriminasi%20terhadap%20minoritas%20-%20james%20danandjaja.pdf

http://www.rumahtulisan.com/musik-rambut-dan-pemberontakan/

http://yoyoke.web.ugm.ac.id/netral.php?aksi=hotlkp&pilih=one&idkap=004

Mulyana,Deddy.2005.Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaludin dan Deddy Mulyana (edt).Komunikasi antar Budaya.Bandung:PT Remaja Rosdakarya



best regards,
MAY ICHI YN

2 comments: